Pendakian gunung adalah sebuah pencarian sensai yang tidak pernah habis. Banyak pendaki dunia yang melakukan pendakian dengan segala ‘kegilaan‘ masing–masing. Saat pendakian puncak dunia sudah tidak lagi populer, maka timbullah pendakian 14 puncak 8000-an. Saat hal itu tidak lagi populer, timbul ide untuk mendaki solo alias sendirian. Seperti halnya yang dilakukan oleh sang Dewa Pendakian Gunung Reinhold Messner. Tidak sampai di situ, ia pun menembus Antartika juga dengan seorang diri.

Pada tahun 1956, seorang tentara asal Amerika serikat bernama William Hackett mencapai puncak gunung Mont Blanc (4.810 mdpl). Saat itulah ia menemukan ide untuk melakukan pendakian untuk mencapai puncak–puncak gunung disetiap benua yang ada di Bumi ini. Pendakian puncak gunung tertinggi dari masing–masing tujuh lempeng benua ini terkenal dalam sebutan Seven Summits. Namun disaat ia sedang mengejar obsesinya selama tiga puluh tahun, Seorang kaya asal Amerika serikat bernama Dick Bass berhasil menyelesaikan pendakian Seven Summits ini pada tahun 1985.


Ketujuh puncak Benua itu adalah Mount Everest (8.850 mdpl) dari lempeng benua Asia, Aconcagua (6.958 mdpl) dari lempeng benua Amerika Selatan, Mc.Kinley (6.193 mdpl) dari lempeng benua Amerika Utara, Kilimanjaro (5.894 mdpl) dari lempeng benua Afrika, Elbrus (5.641 mdpl) dari lempeng benua Eropa, Vinson Massif (4.897 mdpl) dari lempeng benua Antartika dan Kosciusko (2.228 mdpl) dari lempeng benua Australia.

Prestasi yang dicapai Dick Bass itu ditentang oleh pendaki hebat asal Italia , Reinhold Messner. Menurutnya gunung Kosciusko di Australia bukanlah puncak tertinggi dari Lempeng benua Australia, melainkan Puncak Cartenz ( 4.848 mdpl ) di pegunungan Jayawijaya, Indonesia. Puncak Cartenz tidak hanya tertinggi, tetapi juga menyajikan medan pendakian yang lebih menantang, walaupun hingga saat ini hal itu masih menjadi perdebatan panjang di kalangan pendaki dunia. Pat Morrow, seorang pendaki asal Kanada berhasil menyelesaikan pendakian seven summits versi Cartenz pada tahun 1986 sedangkan Reinhold Messner baru mencapainya empat bulan kemudian.

Memang perbedaan pemahaman menjadikan adanya dua teori tentang seven summits. Pertama dari segi Geomorfologi bumi. Benua Australia sebagai daratan besar memang memiliki puncak tertinggi yaitu Kosciusko Tetapi jika ditinjau dari teori lempeng bumi (teori Alfred Wegener) Papua merupakan bagian dari lempeng benua Australia, sehingga Cartenz menjadi puncak tertingi dari lempeng benua Autralia.

Indonesia sebagai pemilik wilayah puncak Cartenz juga tidak mau kalah dengan para pendaki dunia. Mapala UI sebagai salah satu kelompok pencinta alam tertua di Indonesia telah mempunyai program pendakian seven summit. Sejak tahun 1972 hingga tahun 1993, mereka telah merintis pendakian seven summits. Dari puncak Cartenz, Mckinley, Kilimanjaro, Elbrus dan terakhir Aconcagua yang telah didaki pada tahun 1993. Sebelumnya pada tahun 1992 mereka sebetulnya telah mengadakan ekspedisi, namun terjadi musibah.

Aconcagua sebagai puncak tertinggi diantara jajaran pegunungan Andes itu memang terkenal sebagai gunung dengan keadaan cuaca yang tidak dapat diprediksi dan badai salju yang sering kali terjadi selama beberapa hari. Gunung itu merenggut nyawa Norman Edwin dan Didiek Samsu pada pendakian kedua ekspedidi tersebut. Pada pendakian pertama terjadi kecelakaan sehingga tiga anggota lainnya, Rudi Nurcahyo, Mohamad Fayez dan Dian Hapsari tidak dilibatkan pada pendakian selanjutnya.

Sebelumnya dilaporkan bahwa kedua pendaki terlihat lemah di ketinggian 6.400 mdpl, Norman kehilangan beberapa jarinya akibat frosbite (sengatan dingin) dan Didiek mengalami Snowblind (buta salju). Jenazah Didiek ditemukan pada tanggal 24 Maret 1992 dan jenazah Norman ditemukan beberapa hari kemudian. Baru pada tahun 1994 ekspedisi tersebut diselesaikan oleh Ripto Mulyono dan Tantyo Bangun. Pada tahun 1994 mereka mencoba mengadakan ekspedisi menuju Vinson Masif dan Everest namun gagal.

Banyaknya musibah dan kesulitan memang banyak terjadi suatu program ekspedisi seven summits, namun hal itu tidak membuat banyak pendaki menjadi surut semangatnya. Beberapa tahu terakhir telah dirintis pendakian seven summits oleh banyak pendaki dunia.

Peggy Foster, seorang pengajar yang merintis program pendakiannya untuk menjadi pendaki seven sumiits wanita Kanada pertama. Pendakian seven summits pertamanya dimulai pada tahun 1997 dalam pendakian gunung Aconcagua. Pada tahun 1998 ia menjadi angota tim National Geographic Expedition pada pendakian gunung Peche peche di Peru. Tahun 2000 ia menjadi anggota tim dalam ekspedisi pembuatan film IMAX di Antartika.

Pendakian seven summitnya ia lanjutkan dengan mendaki Kilimanjaro dan pada tahun 2001 mendaki gunung Elbrus. Tahun 2001 ia mencoba mendaki McKinley di Alaska namun gagal akibat cuaca buruk. Ditahun yang sama ia mencapai Vinson Massif. Pada tahun 2002 ini ia akan mencoba kembali mendaki McKinley dan Cartenz, kemudian ditahun 2003 ia akan mendaki Everest.

Lain halnya dengan Peggy, Seorang pendaki asal Amerika Serikat bernama Jeff Mathy juga sedang menjalani program seven summits. Tidak itu saja, pemuda yang bertempat tinggal di California ini juga ia mencoba memecahkan rekor dunia sebagai pendaki seven summits termuda dengan umur 23 tahun. Hal istimewa dalam pendakian ini adalah Jeff menghindari kontroversi teori dari seven summits itu sendiri, sehingga ia mendaki delapan puncak termasuk Kosciusko di Australia.

Pendakiannya dimulai pada tahun 1999 dengan mendaki Kilimanjaro, setelah ia menyelesaikan kuliahnya di Universitas California dengan jurusan Biologi Antropologi, sejak itu ia bercita – cita untuk mendaki dan memecahkan rekor seven summit. July 2002 ini, ia baru saja mennyelesaikan pendakiannya pada gunung Elbrus. Sehingga tinggal Mount Everest dan Cartenz di Papua untuk memecahkan rekor baru.

Lebih menakjubkan lagi, seorang tuna netra alias buta juga sedang menjalani program seven summits ini. Ia adalah Erik Weihenmayer. Bapak dari seorang putri ini adalah pengajar di Former Middle school dan pelatih gulat di Colorado. Tak cuma itu, pemuda berumur 33 tahun ini juga seorang pemanjat, pembicara dalam banyak seminar, seorang penulis, penerjun payung, penyelam, atlit sepeda dan marathon serta pemain ski.

Bermula dengan mendaki Kilimanjaro pada tahun 1995, kemudian pendakian terus berlanjut hingga ia berhasil mencapai puncak Everest pada tahun 2001 dan menjadikannya sebagai cover pada majalah TIME. Tidak hanya liputan dari stasiun TV NBC dan menjadi Head Line untuk majalah People Magazine, Men’s Journal dan lainnnya, ia juga mendapat banyak perngahargaan, salah satunya adalah Free spirit award dari Freedom Foundation.

Disela–sela program pendakiannya, ia juga telah menuliskan sebuah buku berjudul Touch the top of the world yang ia luncurkan pada tahun 2001. Tahun 2002 ini ia merencanakan untuk mendaki 2 puncak dunia lainnya, Elbrus dan Cartenz.

Dilihat dari segi statistik, Jumlah pendaki yang telah mencapai Seven summits secara keseluruhan ada 33 orang. Untuk yang mencaoainya dengan versi Kosciusko ada 27 orang dan versi Cartenz ada 21 orang. Sedangkan yang mencapai keduanya ada 15 orang 6 diantaranya wanita.

Pendaki Indonesia seharusnya mempunyai khans besar dengan melihat Cartenz bagian dari Indonesia, baik dari sisi ekonomi maupun sisi pretasi. Namun akibat krisis ekonomi dan politik menyebabkan kesempatan itu menjadi terhambat, apalagi jika untuk mendaki seven summits. Papua hingga sekarang mengalami krisis politik yang belum selesai.

Padahal dilihat dari segi statistik diatas banyak sekali pendaki dunia tertarik mendaki Cartenz dan kawasan pegunungan lainnnya di Indonesia. Pemerintah Indonesia diharapkan melihat Papua sebagai aset bernilai besar. Dengan menjadikan Cartenz sebagai bagian seven summits dan banyaknya operator wisata petualangan dunia menjual Papua sebagai salah satu tujuan wisata mereka.

Pencarian sensasi petualangan dari pendakian gunung dunia belum berakhir. Selain seven summits, timbul ide lagi untuk program pendakian “ Volcanic seven summits “. Dengan menargetkan puncak gunung berapi tertinggi di tujuh benua di bumi. Informasi ini dapat dilihat pada Amar Andalkar web site. Memang pencarian sensasi itu tidak pernah selesai…